Assalamualaikum wr.wb
kali ini saya bahas tentang masjid, masjid terindah dan termegah di Sumedang Mesjid apa ya ?
jawabnya Mesjid Agung Sumedang yang terletak di lingkungan kaum, Kelurahan Regol Wetan, Kecamatan
Sumedang.yang mau ibadah datang lah ke masjid agung sumedang , tempatnya luas , fasilitas tempat wudhu pun terjamin dan ada kantin di sebelah Masjid.. Lengkap kan fasilitas nya ?
Ibadah khusu, Hati pun senang ...
Mesjid ini saya baca dari beberapa sumber, dikatakan bahwa di tatar Jawa Barat ada beberapa Masjid Agung yang dilindungi oleh Undang-Undang Kepurbakalaan Badan Arkeologi RI, salah satunya adalah Masjid Agung Sumedang. Masjid Agung Sumedang dianggap memiliki nilai sejarah tinggi yang perlu dilestarikan sehingga dilindungi oleh Undang-Undang Kepurbakalaan Badan Arkeologi Republik Indonesia, karena selain berusia ratusan tahun, Masjid ini juga menjadi salah satu saksi bisu perjalanan panjang sejarah penyebaran Agama Islam di Nusantara pada umumnya dan di Kabupaten Sumedang pada khususnya.
Ibadah khusu, Hati pun senang ...
Mesjid ini saya baca dari beberapa sumber, dikatakan bahwa di tatar Jawa Barat ada beberapa Masjid Agung yang dilindungi oleh Undang-Undang Kepurbakalaan Badan Arkeologi RI, salah satunya adalah Masjid Agung Sumedang. Masjid Agung Sumedang dianggap memiliki nilai sejarah tinggi yang perlu dilestarikan sehingga dilindungi oleh Undang-Undang Kepurbakalaan Badan Arkeologi Republik Indonesia, karena selain berusia ratusan tahun, Masjid ini juga menjadi salah satu saksi bisu perjalanan panjang sejarah penyebaran Agama Islam di Nusantara pada umumnya dan di Kabupaten Sumedang pada khususnya.
Masjid yang berada di lingkungan kaum, Kelurahan Regol Wetan, Kecamatan
Sumedang Selatan ini dibangun pada tahun 1850 masehi di atas tanah wakaf
Rd. Dewi Aisah, konon pembangunannya digagas oleh Pangeran Soegih atau
Pangeran Soeria Koesoemah Adinata, Bupati Sumedang tahun 1836-1882. Nah
pada proses pembangunannya ada sebuah cerita, yang katanya membuat
Masjid Agung Sumedang ini terlihat unik, coba sobat perhatikan foto atau
gambar Masjid Agung Sumedang di atas...dengan atap masjid bersusun tiga
makin ke atas makin kecil, mirip bangunan Pagoda, Kelenteng, atau
Vihara kan ?? ini tak lepas dari keberadaan etnis Tionghoa di Sumedang
kala itu, yang menjadikan Masjid Agung Sumedang ini memiliki perpaduan
arsitektur Tionghoa dan Islam.
Dari cerita yang berkembang secara lisan dan turun temurun di
masyarakat, konon saat pembangunan Masjid Agung Sumedang ini secara
kebetulan bertepatan dengan masuknya sejumlah imigran dari daratan
Tionghoa yang hidup nomaden ke Sumedang, kita tahu sendiri bahwa mereka
piawai atau ahli dalam membuat rumah ibadat dan mengukir berbagai
ornamennya, selain itu mereka memiliki keterampilan berniaga dan
bertani, dan yang tak kalah pentingnya adalah mereka sangat jago ilmu
beladiri, seperti di film-film.
Dikisahkan, kelompok pendatang dari daratan Tionghoa tersebut ingin
menunjukkan eksistensinya di Sumedang dengan cara menjajal ilmu bela
diri mereka dengan pribumi, apalagi saat itu konon di daerah kaum
Sumedang pernah ada tempat khusus yang disebut kalangan, yaitu tempat
berlatih atau bertanding ilmu beladiri. Tak perlu menunggu lama,
akhirnya mereka pun dipertemukan dengan sejumlah tokoh Sumedang yang
jago ilmu bela diri.
Pertandingan pun dimulai, kedua belah pihak betanding dengan sengit.
Pertandingan ilmu bela diri tersebut berakhir dengan kekalahan etnis
Tionghoa dan para pendekar Sumedang keluar sebagai pemenang, sebagai
tanda menyerah dan menghormati pribumi, mereka pun akhirnya bersedia
mengabdikan diri pada para tokoh Sumedang saat itu, nah salah satu
bentuk pengabdian mereka tersebut adalah membantu mendirikan Masjid
Agung Sumedang ini. Oleh Pangeran Soegih mereka pun akhirnya diberi
tempat untuk tinggal dan membangun pemukiman mereka di Sumedang, hingga
kini tempat bermukimnya etnis Tionghoa di awal-awal kedatangannya
tersebut bernama Gunung Cina.
Nah, hal unik lainya dari Masjid Agung Sumedang ini adalah banyaknya tiang penyangga bangunan, dimana secara keseluruhan ada 166 tiang, dan konon hal tersebut adalah ciri khas arsitektur Masjid kuno dan antik bergaya abad ke 19. Bentuk mimbarnyapun sangat antik dan dibiarkan berdiri dalam bentuk aslinya, dengan empat tiang yang dicat keemasan dan bangunan kecil dengan atap limas. Tempat khatib berdiri dibuat dengan empat trap sebagai tangga dan tempat duduknya seperti singgasana kerajaan. Tombak yang suka dipegang oleh muraqi dan khatib masih utuh terbuat dari kayu jati dan berumur satu abad lebih, sekitar 120 tahun. Masjid Agung Sumedang ini telah mengalami beberapa kali restorasi.
Pertama kali pada tahun 1913 M oleh Pangeran Mekah. Berikutnya tahun 1962, 1982 dan terakhir pada tahun 2002 hingga menjadi seperti yang terlihat sekarang dengan menghabiskan anggaran sebesar Rp. 4,2 M, namun meskipun demikian restorasi yang dilakukan tetap mempertahankan keaslian arsitekturnya karena dilindungi undang-undang. Oh ya, lokasi Bekas Rumah Tinggal Cut Nyak Dien selama masa pengasingannya di Kabupaten Sumedang berada di belakang Masjid Agung Sumedang ini.
Sejarah Masjid Agung Sumedang
Masjid Agung Sumedang dibangun sejak tahun 1850 Masehi. Nasjid ini terletak di lingkungan Kaum RW 10, Kelurahan Regol Wetan, Kecamatan Sumedang Selatan, Sumedang.Dari cerita yang berkembang secara lisan, saat mendirikan Masjid Agung Sumedang, secara kebetulan bersamaan dengan masuknya sejumlah imigran dari daratan Tionghoa ke Sumedang. Konon saat itu, terdapat etn is Tionghoa yang dating ke Sumedang dengan hidup nomaden.Etnis Tionghoa dikenal sebagai bangsa yang memiliki keterampilan berniaga dan bertani, selebihnya mereka menguasai ilmu beladiri yang disebut Kun Taw serta piawai dalam membangun rumah ibadat dan mengukir ornamennya.
Dikisahkan, kelompok etnis Tionghoa tersebut in gin menunjukkan eksistenisnya dengan cara menjajal ilmu beladiri mereka dengan penduduk di sekitar Sumedang kota. Maka dipertemukanlah mereka dengan sejumlah tokoh Sumedang yang memiliki ilmu bela diri. Apalagi di daerah kaum konon pernah adad tempat khusus yang disebuyt kalangan atau arena tempat bertanding atau berlatih beladiri.
Dan terjadilah pertandingan sengit antara kedua belah pihak. Dari pertarungan kedigjayaan itu, berakhir dengan kekalahan kelompok etnis Tionghoa. Sebagai tanda menyerah, mereka bersedia mengabdikan diri kepada para tokoh Sumedang. Mereka membantu mendirikan Masjid yang digagas oleh Pangeran Soegih atau Pangeran Soeria Koesoemah Adinatayang menjabat Bupati Sumedang tahun 1836-1882. Oleh pangeran soegih ini, mereka diberi tempatsebagai lokasi pemukiman di sebelah utara pusat pemerintahan, hingga kini tempat tersebut bernama gunung Cina.
Karena dibangun oleh bangsa Tionghoa, maka bentuk bangunan Masjid Agung Sumedang bergaya arsitektur Cina Abad ke-19. Cirri khas lain dapat dilihat pada bangunan dalam. Koridor sayap kiri dan kanan serta depan yang terbuka. Bentuk menara yang bersusun tiga, dan bentuk bujur sangkar yang disebut tumpang, disusun makin ke atas makin kecil. Tingkatan paling atas merupakan atap terakhir berbentuk limas disebut mamale
0 Comments