Post kali ini sangat penting nih sob .. tentang asal usul Sumedang
dengan salah satu rajanya Prabu Tajimalela sangat berjasa untuk kota Sumedang
dengan keberaniannya Sumedang di kenal sampai daratan Nusantara
mari baca !
Pesan Prabu Tajimalela untuk Anak Bangsa
Tidak butuh musuh,
Tidak butuh teman,
Hanya butuh kebenaran.
Kata-kata diatas diungkapkan oleh seorang pendiri Kerajaan Sumedang Larang, yaitu Prabu Tajimalela.Kerajaan Sumedang Larang adalah salah satu kerajaan Islam yang diperkirakan berdiri sejak abad ke-15 Masehi di Jawa Barat, Indonesia. Sekarang Kerajaan ini bermetamorfosis menjadi Kabupaten Sumedang. Sebuah kota kabupaten yang berbatasan dengan kota Bandung. Terkenal dengan makanan Tahu Sumedang dan tempat kelahiran penyanyi Rosa.
Popularitas kerajaan Sumedang Larang memang tidak sebesar popularitas kerajaan Demak, Mataram, Banten dan Cirebon dalam literatur sejarah kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Tapi, keberadaan kerajaan ini merupakan bukti sejarah yang sangat kuat pengaruhnya dalam penyebaran Islam di Jawa Barat, sebagaimana yang dilakukan oleh Kerajaan Cirebon dan Kerajaan Banten.
Kerajaan Sumedang Larang berasal dari pecahan kerajaan Sunda-Galuh yang beragama Hindu, yang didirikan oleh Prabu Aji Putih atas perintah Prabu Suryadewata (Raja kerajaan Galuh) sebelum Keraton Galuh dipindahkan ke Pajajaran, Bogor.
Seiring dengan perubahan zaman dan kepemimpinan, nama Sumedang mengalami beberapa perubahan. Yang pertama yaitu Kerajaan Tembong Agung (Tembong artinya nampak dan Agung artinya luhur) dipimpin oleh Prabu Guru Aji Putih. Dengan ibukota di Leuwihideung (sekarang Kecamatan Darmaraja).
Tampuk pemerintahan Sumedang Larang kemudian dipegang oleh Prabu Tajimalela. Dari sinilah asal muasal kata Sumedang berawal. Yakni berasal dari ucapan Prabu Tajimalela ketika melihat langit menjadi terang-benderang oleh cahaya yang melengkung mirip selendang (malela) selama tiga hari tiga malam.
Prabu Tajimalela berucap : “inSUn MEdal insun maDANGan”, Insun artinya saya, Medal artinya lahir, Madangan artinya memberi penerangan jadi kata Sumedang bisa berarti “Saya lahir untuk memberi penerangan”.
Prabu Tajimalela dikenal pula sebagai Prabu Agung Resi Cakrabuana. Beliauhingga kini dianggap sebagai pokok berdirinya Kerajaan Sumedang. Ia punya tiga putra yaitu Prabu Lembu Agung, Prabu Gajah Agung, dan Sunan Geusan Ulun.
Berdasarkan Layang Darmaraja, Prabu Tajimalela memberi perintah kepada kedua putranya (Prabu Lembu Agung dan Prabu Gajah Agung), yang satu menjadi raja dan yang lain menjadi wakilnya (patih). Tapi keduanya tidak bersedia menjadi raja. Oleh karena itu, Prabu Tajimalela memberi ujian kepada kedua putranya jika kalah harus menjadi raja.
Kedua putranya diperintahkan pergi ke Gunung Nurmala (sekarang Gunung Sangkanjaya). Keduanya diberi perintah harus menjaga sebilah pedang dan kelapa muda (duwegan/degan).
Tetapi, karena Prabu Gajah Agung sangat kehausan beliau membelah dan meminum air kelapa muda tersebut sehingga beliau dinyatakan kalah dan harus menjadi raja Kerajaan Sumedang Larang tetapi wilayah ibu kota harus mencari sendiri. Sedangkan Prabu Lembu Agung tetap di Leuwihideung, menjadi raja sementara yang biasa disebut juga Prabu Lembu Peteng Aji untuk sekedar memenuhi wasiat Prabu Tajimalela.
Setelah itu Kerajaan Sumedang Larang diserahkan kepada Prabu Gajah Agung dan Prabu Lembu Agung menjadi resi. Prabu Lembu Agung dan keturunannya tetap berada di Darmaraja. Sedangkan Sunan Geusan Ulun dan keturunannya tersebar di Limbangan, Karawang, dan Brebes.
Makam Prabu Tajimalela terletak di daerah Dayeuh Luhur, Sumedang. Pada bulan-bulan tertentu banyak peziarah yang datang kesana. Baik itu orang Sumedang asli maupun pendatang dari daerah lain. Yang sekedar ingin tahu atau mempunyai beberapa tujuan lain berkaitan dengan hidupnya.
Prabu Tajimalela memang bukan termasuk raja yang membawa Sumedang Larang mengalami masa keemasan. Seperti halnya Prabu Geusan Ulun yang membawa kerajaan Sumedang Larang memasuki masa kejayaan.
Namun banyak hal yang menarik dalam ucapan-ucapan Prabu Tajimalela. Seperti tiga kalimat diawal tulisan ini. Meski akan memunculkan penafsiran kontroversial, tapi jika lebih dipahami kalimat diatas sungguh relevan dengan keadaan masa kini.
Disaat anak bangsa (khususnya generasi muda) keranjingan teknologi mutakhir lewat gadget-gadget canggih. Kalimat-kalimat itu serasa menohok. Penghamba-penghamba teknologi itu makin asyik dengan dunianya sendiri. Dunia maya yang tanpa batas. Mereka tidak butuh musuh, tidak butuh teman, namun butuh kebenaran. Meski untuk kata-kata terakhir mungkin hanya dicari oleh mereka yang benar-benar memaknai dunia maya dengan bijak.
Mumpung masih dalam suasana Sumpah Pemuda dan sebentar lagi Hari Pahlawan, ada baiknya generasi muda kembali menengok halaman rumahnya. Ada begitu banyak hal yang dapat dilakukan bila kita keluar dari pagar rumah kita sendiri. Seperti ucapan Prabu Tajimalela yang lain : Insun medal, insun madangan.
“Saya lahir untuk memberi penerangan”
0 Comments